Sejarah penemuan berlian di Indonesia, khususnya di Kalimantan, mengungkapkan kisah menarik tentang kekayaan dan keberuntungan yang tiba-tiba. Pada tahun 1954, seorang penduduk Kalimantan mendapati dirinya menjadi miliarder setelah menemukan bongkahan berlian seberat 30 karat saat berenang di pinggir Sungai Barito, Kalimantan Tengah.

Berita mengenai penemuan ini menyebar cepat dan mengubah nasibnya, dari seorang yang biasa saja menjadi orang kaya dalam sekejap. Dalam laporan yang dimuat di berbagai surat kabar pada waktu itu, berlian tersebut dihargai sekitar Rp 500 ribu, yang setara dengan 5,8 kg emas pada masa itu.

Oleh karena itu, jika dihitung dalam nilai sekarang, keberuntungan ini setara dengan Rp 14 miliar, sebuah angka yang mencengangkan bagi banyak orang. Fenomena mendadak kaya berkat berlian ini ternyata bukan hanya dialami oleh satu orang saja, melainkan juga oleh beberapa warga lainnya.

Kisah Menarik Penemuan Berlian di Kalimantan

Harian Merdeka mencatat bahwa banyak individu beruntung lainnya di Kalimantan yang menemukan berlian dengan berat berbeda, mulai dari 22 karat hingga 50 karat. Harga berlian yang dijual oleh mereka mencapai Rp 850 ribu dan mengundang banyak orang untuk mengadu nasib di sungai-sungai yang dikenal kaya akan berlian.

Dengan semakin banyaknya penemuan berlian, muncullah profesi baru yakni pemburu berlian. Mereka mulai menjelajahi sungai-sungai di Kalimantan dengan harapan menemukan harta karun yang sama. Keseruan dan ketegangan dalam mencari berlian memberi warna tersendiri bagi masyarakat setempat.

Dari sejarah yang dituangkan dalam berbagai catatan, Kalimantan memang telah lama dikenal sebagai penghasil berlian. Para penjelajah dari berbagai penjuru dunia telah mencatat keberadaan berlian dalam perjalanan mereka, menandakan betapa pentingnya daerah ini dalam konteks industri berlian global.

Pandangan Sejarawan Mengenai Eksploitasi Berlian

Penjelajah Portugis, Tome Pires, dalam karyanya yang terkenal, Suma Oriental, pernah menyoroti keberadaan berlian di Pulau Khatulistiwa, termasuk Kalimantan. Ia mencatat bahwa berbagai kota pelabuhan, seperti Banjar dan Lawe, telah menjadikan berlian sebagai komoditas ekspor utama, mengangkat nama Kalimantan di kancah internasional.

Selain itu, Thomas Stanford Raffles, seorang pejabat Inggris yang dikenal dengan karya besarnya, History of Java, juga menekankan betapa mudahnya menemukan berlian di Kalimantan. Pengalamannya selama menjabat di Hindia Belanda menunjukkan bahwa tidak hanya di sungai dan kaki bukit, tetapi juga di daerah dataran biasa, berlian dapat ditemukan dengan kualitas yang beragam.

Tentu saja, potensi ini menarik perhatian kaum penjajah yang melihat berlian sebagai objek untuk dieksploitasi. Sejak tahun 1738, pemerintah Belanda membersihkan berlian dari hasil tambang Kalimantan untuk diekspor, dengan nilai mencapai US$ 200 ribu hingga US$ 300 ribu per tahun, yang dikenal sebagai komoditas berharga di pasar internasional.

Perkembangan Industri Berlian di Kalimantan Sejak Masa Kolonial

Pertumbuhan industri berlian di Kalimantan tidak terlepas dari praktik eksploitasi yang dilakukan oleh penjajah. Seluruh hasil tambang yang diambil digunakan untuk memenuhi kebutuhan pasar, khususnya untuk kalangan kaya di berbagai belahan dunia. Hal ini menunjukkan betapa berharganya sumber daya alam di tanah Indonesia.

Melalui proses yang panjang, Kalimantan telah mengukir namanya sebagai salah satu penghasil berlian terbaik di dunia. Pengakuan ini tidak hanya muncul dari penjelajah asing, tetapi juga dari peningkatan kesadaran masyarakat lokal akan potensi yang dimiliki daerah mereka.

Dengan berkembangnya teknologi dan pengetahuan, saat ini, banyak usaha dilakukan untuk memaksimalkan hasil tambang berlian dengan cara yang lebih bertanggung jawab. Masyarakat yang terlibat dalam industri ini tidak hanya berburu berlian, tetapi juga berusaha memahami cara mengelola sumber daya alam secara berkelanjutan.