Kisah inspiratif tentang lahirnya salah satu merk rokok terkemuka di Indonesia, Djarum, ternyata memiliki latar belakang yang tidak terduga. Pendiri Djarum, Oei Wie Gwan, awalnya bukan seorang pengusaha tembakau, melainkan seorang pengusaha kembang api yang menembus pasar internasional.
Oei memasuki industri kembang api lewat produk cap Leo yang diekspor ke beberapa negara. Namun, risiko tinggi yang melekat pada bisnisnya terbukti fatal ketika pabriknya di Rembang meledak, menewaskan lima pekerja. Kejadian tragis ini menjadi titik balik dalam perjalanan hidup Oei.
Setelah mereda dari dampak peperangan Indonesia-Belanda, Oei memutuskan untuk meninggalkan bisnis kembang api. Pilihan tersebut membawanya ke arah industri yang masih erat kaitannya dengan api, yakni rokok.
Peralihan Dari Kembang Api ke Industri Rokok yang Menjanjikan
Pada tahun 1951, Oei membeli pabrik rokok kretek kecil di Kudus yang bernama Djarum Gramophon. Langkah ini tanda bahwa Oei beradaptasi dengan perubahan dan mengalihkan fokusnya ke bisnis baru meski harus memulai dari nol. Perjalanan awalnya tidaklah mudah, dan tantangan muncul hampir seketika.
Pada tahun 1963, pabrik yang baru dirintisnya terbakar habis, ancaman nyata bagi kelangsungan usaha yang sedang dibangunnya. Dalam situasi yang kritis ini, Oei Wie Gwan meninggal dunia, meninggalkan dua anaknya dalam kondisi dilematis.
Kedua anaknya, Michael Bambang Hartono dan Robert Budi Hartono, mengambil alih kendali perusahaan. Mereka bukan hanya berusaha untuk melanjutkan bisnis tersebut, tetapi berencana mewujudkan visi yang lebih besar untuk Djarum.
Transformasi dan Inovasi di Era Generasi Kedua
Sejak tahun 1970-an, Michael dan Robert menggagas divisi penelitian dan pengembangan untuk meningkatkan kualitas produk. Salah satu langkah strategis yang diambil adalah memodernisasi proses produksi, menjadikan Djarum lebih kompetitif di pasar rokok Indonesia.
Inovasi yang mereka terapkan membuahkan hasil gemilang pada tahun 1976 dengan peluncuran kretek berfilter. Momen tersebut dilanjutkan dengan peluncuran Djarum Super pada tahun 1981, produk yang hingga kini tetap diminati oleh masyarakat.
Kudus, yang dikenal sebagai kota kretek, juga menjadi pusat pengembangan bakat atlet bulutangkis. Dengan dukungan keluarga Hartono, PB Djarum berdiri dan melahirkan banyak atlet nasional yang berprestasi di tingkat internasional.
Keberhasilan Bisnis yang Membentuk Dinasti Usaha Besar
Keberhasilan Djarum mengangkat keluarga Oei Wie Gwan ke dalam jajaran dinasti bisnis paling berpengaruh di Indonesia. Mereka tidak hanya mengandalkan rokok, tetapi merambah ke berbagai sektor lainnya seperti elektronik, perkebunan, ritel, dan perdagangan daring. Diversifikasi ini menunjukkan visi jauh ke depan dari keluarga Hartono.
Dalam industri perbankan, mereka berperan sebagai pengendali Bank Central Asia (BCA), salah satu bank swasta terbesar di Indonesia. Memanfaatkan koneksi lama, Oei memiliki hubungan erat dengan pendiri awal BCA, Liem Sioe Liong, menunjukkan bahwa relasi sangat berpengaruh dalam dunia bisnis.
Dari perjalanan kembang api ke bisnis rokok hingga menggenggam kekuasaan di berbagai sektor, perjalanan Oei Wie Gwan adalah kisah yang menggambarkan ketahanan dan inovasi. Kata kunci dari kisah ini adalah mengambil risiko, kesempatan, dan keberanian untuk beradaptasi dengan perubahan pasar.
